Menurut catatan sejarah, kriptografi sudah digunakan oleh bangsa Mesir sejak 4000 tahun yang lalu oleh raja-raja Mesir pada saat perang untuk mengirimkan pesan rahasia kepada panglima perangnya melalui kurir-kurinya. Orang yang melakukan penyandian ini disebut kriptografer, sedangkan orang yang mendalami ilmu dan seni dalam membuka atau memecahkan suatu algoritma kriptografi tanpa harus mengetahui kuncinya disebut kriptanalis.
Seiring dengan perkembangan teknologi, algoritma kriptografi pun mulai berubah menuju ke arah algoritma kriptografi yang lebih rumit dan kompleks. Kriptografi mau tidak mau harus diakui mempunyai peranan yang paling penting dalam peperangan sehingga algoritma kriptografi berkembang cukup pesat pada saat Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Menurut catatan sejarah, terdapat beberapa algoritma kriptografi yang pernah digunakan dalam peperangan, diantaranya adalah ADFVGX yang dipakai oleh Jerman pada Perang Dunia I, Sigaba/M-134yang digunakan oleh Amerika Serikat pada Perang Dunia II, Typex oleh Inggris, dan Purple oleh Jepang. Selain itu Jerman juga mempunyai mesin legendaris yang dipakai untuk memecahkan sandi yang dikirim oleh pihak musuh dalam peperangan yaitu, Enigma.
Tujuan kriptografi
Algoritma kriptografi yang baik tidak ditentukan oleh kerumitan dalam mengolah data atau pesan yang akan disampaikan. Ada empat tujuan dari ilmu kriptografi, yaitu :
- Kerahasiaan. Pesan (plaintext) hanya dapat dibaca oleh pihak yang memliki kewenangan.
- Autentikasi. Pengirim pesan harus dapat diidentifikasi dengan pasti, penyusup harus dipastikan tidak bisa berpura-pura menjadi orang lain.
- Integritas. Penerima pesan harus dapat memastikan bahwa pesan yang dia terima tidak dimodifikasi ketika sedang dalam proses transmisi data.
- Non-Repudiation. Pengirim pesan harus tidak bisa menyangkal pesan yang dia kirimkan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar